KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan
kepada TuhanYang Maha Esa, karena berkat rahmat dan karunianya makalah ini
dapat diselesaikan dengan tepat pada waktu yang telah ditentukan.
Pada kesempatan ini, tidak lupa
penulis mengucapkan terima kasih kepada
Prof. Dr. I. Praptomo Baryadi, M. Hum, dan Ibu Susilawati Enda Peny Aji,
S.S. M.Hum; selaku dosen pembimbing mata kuliah Seminar Pra- Tugas Akhir yang
telah bersedia memberikan bimbingan dan arahan. Penulis juga mengucapkan
terimakasi kepada rekan – rekan seperjuangan Angkata, 2009 Sastra Indonesia
serta pihak lain yang turut membantu dalam pembuatan makalah seminar ini.
Makalah ini menyampaikan pokok pikiran
mengenai tradisi perkawinan Suku Ngalum Kabupaten Pegunungan Bintang – Papua.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna baik dari segi isi
maupun dari segi struktur penyusunanya. Oleh karena itu, penulisan sangat
mengharapkan kritik dan saran dari pembaca untuk menyempurnakan makalah ini
agar ke depan lebih bagus lagi
Akhir kata, “pekapa alutmina uma, nek depen diplop tilpa bure. Depen pinong bali
pare ye”(semoga seminar ini memberikan sebuah pengetahuan dan sebagai
pegangan hidup).
Daftar
Isi
Kata pengantar………………………………………………………………….i
Daftar isi……………………………………………………………………….ii
Abtrak …………………………………………………………………………iii
Bab 1 PENDAHULUHAN
1.1
latar
Belakang…………………………………………..1
1.2
Rumusan
Masalah………………………………………4
1.3
Tujuan
Penelitian………………………………………..5
1.4
Manfaat
penelitian………………………………………6
1.5
Tinjauan
Pustaka………………………………………..7
1.6
Landasan
Teori………………………………………….8
1.7
Metode
Penelitian ………………………………………9
1.8
Sistematikan
Penyajian…………………………………10
Bab 2 PEMBAHASAN
2.1
Pengertian perkawinan………………………………………9
2.2
Tahap- tahap proses menuju pernikahan……………………..9
2.3
Tahap Proses persiapan pernikahan (puncak acara)…………11
2.4
Jenis- jenis harta benda serta fungsi dan maknanya…………14
Bab 3 PENUTUP
3.1
Kesimpulan…………………………………………………..17
3.2
Saran…………………………………………………………18
ABSTRAK
Dalam seminar Pra- Tugas akhir ini
membahas tentang tradisi perkawimana atau tradisi pernikahan Suku Ngalum
Kabupaten Pegunungan Bintang, Provinsi Papua. Ada tiga persoalan yang dibahas,
yaitu tahap- tahap dalam prospes pelamaran, proses persiapan menuju pernikahan
(puncak acara), dan jenis- jenis harta benda yang dijadikan sebagai harta
maskawin serta fungsi dan maknanya. Objek ini berada dalam sumber tertulis
maupun sumber non tertulis. Data diperoleh dari wawancara. Teknik perolehan
data menggukan teknik catatat dan bertatap muka dengan informan. Penelitian ini
menggunakan tiga metode yaitu tahap
pengumpulan data, tahap analisis data, dan tahap penyajian anlisis data.
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Negara Indonesia memiliki
keanekagaman budaya dari Sabang sampai Merauke. Salah satu keanekaragaman
kebudayaan tersebut adalah tradisi pernikahan atau tradisi perkawianan. Tradisi
pernikahan (perkawinan) tentu dimiliki oleh setiap suku, dimana tradisi tersebut dapat dijalankan sesuai
dengan ciri dan khas mereka masing- masing. Karena hampir semua manusia
mengalami satu tahap kehidupan yang namanya perkawinan. Selanjudnya, perkawinan
diartikan sebagai sebuah upacara penyatuan dua jiwa, menjadi sebuah keluarga
melalui aturan- aturan yang diatur oleh masing- masing kepercayaan. Oleh karena
itu, perkawinan sebagai peristiwa yang agung, luhur, dan sakaral.
Undang – Undang RI, No 1 tahun 74 yang
mengatur tentang pernikahan menyebutkan hal- hal sebagai berikut; (1) Izin
orang tua bagi orang yang akan melangsungkan perkawinan apabila belum mencapai
umur 21 tahun ( pasal 6 ayat), (2) Umur minimal untuk diizinkan melangsungkan
perkawinan, yaitu pria 19 tahun dan wanita 16 tahun (pasal 7 ayat 1), (3) Anak yang belum mencapai umur 18 tahun atau
belum pernah kawin, berada di dalam kekuasaan orang tua (pasal 47 ayat 1), (4)
Anak yang belum mencapai umur 18 tahun atau belum pernah kawin, yang tidak
berada di bawah kekuasaan orang tuanya, berada di bawah kekuasaan wali (pasal
50 ayat 1). Menurut Madjid (2000; 27) dan http://fajarf.wordpress.com/2008/05/27/seminar-tugas-akhir-1
Hukum – hukum apa saja yang
dimiliki oleh masyarakat Ngalum Kabupaten pegunungan bintang? Sebutkan dan
jelaskan !
Sementara
itu, Suku Ngalum juga memiliki 7 hukum yang mengatur tentang berbagai unsur
kehidupan manusia. Salah satu hukum tradisional yang mengatur tentang peristiwa
perkawinan adalah kematangan mental dan fisik seseorang (spritual). Kematangan
mental dan fisik ini sering disebut “Mir
borparon” yang artinya orang tersebut sudah diinisiasi melalui adat, dan
untuk masuk dalam tahap pendewasaan.
Setelah seseorang
mirborparon, orang tersebut akan
diberi kebebasan dan untuk mengatur diri - sendiri. Inisiasi secara adat, sangat
berpengaruh pada kemampuan seseorang dan itu sebagai tolak ukur dari semua segi
kehidupanya. Oleh karena itu, tradisi pernikahan atau perkawinan termasuk salah
satu tradisi yang sakral yang diwariskan
oleh Atangki (Tuhan Allah) yang di dalamnya mengandung
semua peraturan – peraturan, norma- norma, secara turun - temurun. Terkait
dengan hal di atas, orang yang
pantas menikah adalah orang yang sudah lalui salah satu dari 7 tahap tersebut.
Kedua, untuk orang yang ingin
menikah adalah apabilah orang tersebut mampu membuat pagar kebun, mampu membuat
rumah, mampu membunu babi, sudah
ada kumis berarti, orang itu sudah masuk dalam tahap
pendewasaan dan ia pantas menikah dan lainya ini merupakan satu paket yang
sering disebut (kaka kitki). Sementara itu, 7 hukum tersebut yang
dipaparkan hanya dua, dan enam lainya tidak disebutkan di sini.
Seiring dengan itu, dibahas juga
kebudayaan Indonesia yang berasal dari Kabupaten Pegunungan Bintang, Provinsi
Papua, dimana Suku Ngalum melakukan proses pernikahan atau perkawinan secara
tradisi mereka dari awal pelamaran hingga akhir.
Budaya menurut Koentjaraningrat,(200,180)
adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan, hasil karya manusia dalam rangka
kehidupan masyarakat yang dijadikan
milik diri manusia dengan belajar. Artinya bahwa hampir seluruh tindakan
manusia adalah “kebudayaan”.
Oleh
karena itu, Objek sasaran dalam penelitian ini adalah “tradisi penikahan atau tradisi
pekawinan Suku Ngalum Kabupaten Pegunungan Bintang, Provinsi Papua”. Perkawinan
adalah salah satu bentuk ibadah yang
kesuciannya perlu dijaga oleh kedua belah pihak baik suami maupun istri.
Perkawinan bertujuan untuk membentuk keluarga yang bahagia, sejahtera, dan
kekal selamanya. Perkawinan memerlukan kematangan dan persiapan fisik dan
mental karena menikah / kawin adalah sesuatu yang sakral dan dapat menentukan
jalan hidup seseorang, Ny. Soemiyati, ( 2007: 8-12)
Menurut Haruwijaya, (2004:1)
Perkawinan merupakan sebuah upacara penyatuan dua jiwa, menjadi sebuah keluarga
akad perjanjian yang diatur oleh agama. Oleh karena itu perkawinan menjadi
agung, luhur, dan sakral. Ia juga telah mendeskrifsikan maksud dan tujuan
pelamaran dalam adat Jawa khususnya, yaitu permohonan dari keluarga calon
pengantin putra kepada pengantin wanita untuk dijadikan pasangan hidup,
(hal:13).
Menurut Undang-Undang Nomor
1 Tahun 1974 pengertian pernikahan adalah ikatan lahir batin antara seorang
pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk
keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha
Esa. Pernikahan dianggap sah apabila dilakukan menurut hukum perkawinan
masing-masing agama dan kepercayaan serta tercatat oleh lembaga yang berwenang
menurut perundang-undangan yang berlaku.
Dengan demikian, untuk mengetahui tradisi pernikahan
Suku Ngalum, masyarakat Pegunungan Bintang, perlu digunakan pendekatan yang konperesip dan
holistik. Karena di sana kita akan temukan
berbagai macam kebiasaan dalam proses perkawinan atau pernikahan dengan
berbagai cara yang unik. Keunikan tersebut dalam peristiwa perkawinan yang
dilakukan oleh Suku Ngalum, yaitu Pertama; Kor wengbarip; kor berarti perempuan,
wanita; sedangkan “wengbarip” yang
artinya calon pengantin wanita telah diantar ke rumah penganti laki- laki. Kata
wengbarip penunjuk waktu yang sedang
berlangsung (sekarang, saat ini, tadi… dll-nya). Lain lagi dengan, istilah “Kor wengbarkodirip” Kata wengbarkodirip” penunjuk waktu yang
lampau, dua minggu yang lalu.
Kedua “Korsilmin atau ikalo
dundip” yang artinya menikah, mengawinkan, mereka berdua menikah. “Silmin” artinya ada sesuatu yang ada di
dalam peristiwa pernikahan; tubuh, badan, dll. Maka kedua kata ini dapat di
lekatkan menjadi satu kalimat “ Korsilmin”
akan berbeda makna, yaitu benda- benda (harta) yang disiapkan untuk membayar
maskawin. Sedangkan kata “ ikalo dundip”
yang artinya mereka dua sudah menikah.
Kata “ikalo” yang artinya dua orang,
dua pasangan, dll; dan kata “dundip”
yang artinya menikah, mengawinkan. Maka
pengertian secara umum dalam kata “ikalo
dundip” yang artinya mereka dua sudah menikah atau sudah menjadi suami dan
istri yang sah.
Ketiga “Korsil uperip” yang artinya puncak upacara perkawinan sekaligus pemberian
harta maskawin kepada pihak pengantin perempuan, dan upara ini sebagai simbol yang diikatkan menjadi
suami dan istri yang sah. Jadi, korsil
uperip merupakan puncak upacara perkawinan menjadi suami dan istri untuk
menjadi sebuah keluarga.
Ada istilah lain yaitu “om tongrip, buro ap burip” dan lainya. Beberapa istilah ini,
pengertiannya sama. Yang artinya calon pengantin perempuan sudah diantar oleh
kedua orang tuannya ke rumahnya laki- laki, dan atau pengantin laki- laki sudah masuk ke
rumah pengantin wanita untuk menikah.
Suku Ngalum
melakukan perkawinan seorang perempuan
dan seorang laki- laki” yang ingin menjadi suami dan istri yang sah, harus
melalui beberapa tahapan; tahapan yang pertama adalah ada kesepakatan bersama.Tahap
ini biasa mengatakan “wengbaparonki”
artinya sejak masih kecil sudah ada kesepakatan bersama antara kedua belah
pihak. Baik itu pihak laki- laki maupun pihak perempuan. Tahap kedua adalah
persentuhan tubuh, yang biasa di sebut “Depeurar”.
Tahap ini biasanya laki- laki yang memegang salah satu bagian tubuh wanita atau
perempuan. Tahap ketiga adalah “ bayar jaza” yang biasa disebut “ Kaka tangkup”. Tahap ini ada satu
marga yang mengalami masalah yang panjang, lalu kemudian marga yang satu dapat
membatunya. Maka marga yang mengalami musiba tersebut harus bayar sesuatu (harta) kepada mereka yang telah
membantunya. Tahap keempat, adalah menikah secara tidak langsung, yang biasa di
sebut; “Namal unor”. Namal, yang
artinya melarikan diri, mengikuti, pergi, sedangkan “unor” yang artinya perempuan itu pergi;.
Ada beberapa alasan mendasar peneliti
memilih topik ini, pertama Seiring dengan kemajuan zaman, tradisi (kebudayaan)
pernikahan pada awalnya di pegang teguh,
dipelihara, dan dijaga, kini mulai punah. Tampa mereka sadari bawa budaya
pernikahan merupakan sebuah kekayaan bangsa dan daerah yang didalamnya
mengandung nilai- nilai yang tinggi; yang perlu dijaga & diwariskan secara
turun temurun.
Kedua, peneliti
mengangkat topik ini karena budaya pernikahan atau dalam pernikahan sekarang
ini tidak sesuai dengan tradisi yang sebenarnya. Hal ini akan timbul banyak
dampak dalam kehidupan berkeluarga. Dengan pertimbangan- pertimbangan inilah
peneliti melihat ke belakang & topik ini dikemas menjadi sebuah tulisan
pancingan untuk dikaji mendalam.
Ketiga, dalam tradisi pernikahan
banyak orang yang meneliti, tetapi secara khusus tradisi pernikahan yang
dilkukan oleh Suku Ngalum belum ada yang meneliti. Maka peneliti menarik untuk mengangkat
topic ini sebagai objek penelitian.
1.2
Rumusan Masalah
Sesuai dengan latar belakang
poin 1.1 persoalan yang akan dibahas dalam seminar pra- tugas akhir ini adalah
tradisi pernikahan Suku Ngalum, masyarakat Kabupaten Pegunungan Bintang,
Propinsi - Papua.
1.2.1
Apa
sajakah tahap- tahap dalam proses perlamaran
menuju pernikahan serta prosesnya ?
1.2.2
Bagaimana
proses persiapan menuju pernikahan (puncak acara)?
1.2.3
Barang-
barang apa sajakah yang dijadikan sebagai harta maskawin?
1.3
Tujuan Penelitian
Secara umum tujuan penelitian
ini adalah mendeskripsikan dan menjawab persoalan yang dirumuskan di atas. Jadi
tujuan yang ingin dicapai melalui
penelitian ini adalah untuk memperoleh paparan yang jelas dan rinci melalu hal-
hal sebagai berikut:
1.3.1
Mendeskripsikan
tahapan- tahapan dalam proses pelamaran menuju pernikahan.
1.3.2
Mendeskripsikan
tahap persiapan pernikahan menuju puncak acara.
1.3.3
Mendeskripsikan
benda- benda yang dijadikan sebagai harta maskawin yang didalamnya terkandung
fungsi dan makna.
1.4
Manfaat Hasil Penelitian
Secara umum penelitian ini
menghasilkan ilmu pengetahuan dalam bidang
ilmu budaya khususnya dan pada umumnya. Hasil penelitian ini dapat
memberikan manfaat teoritis dan manfaat praktis bagi kalangan Akademis. Ada dua
manfaat dalam peneltian ini yaitu:
1.4.1
Manfaat
Teoritis
Manfaat secara teoritis
adalah manfaat yang berkenaan dengan ilmu pengetahuan sebagai bahan
pembelajaran bagi orang lain atau bahan refren bagi semua orang. Untuk dapat mengetahui kronologis perkawinan
yang dilakukan oleh Suku Ngalum, Kabupaten pegunungan Bintang, Propinsi Papua terlebih
khusus di bidang ilmu pengetahuan budaya.
1.4.2 Manfaat
Praktis
Manfaat praktis adalah
manfaat yang berkenaan dengan pelaksanaan pekerjaan dalam profesi tertentu. Sehingga
dalam pernikahan masyarakat Suku Ngalum Kabupaten Pegunungan Bintang ini memberikan sebuah
gambaran atau referensi bagi peneliti- peneliti selanjudnya dalam bidang
kebudayaan. Serta memperluas wawasan
terhadap pembaca atau masyarakat umum terhadap aspek sosio kebudayaan. Manfaatnya bukan hanya itu, saja tetapi peneliti
memberikan sebuah gambaran atau referen kepada mahasiswa/i Univesitas Sanata
Dharma Yogyakarta khususnya Program Studi Sastra Indonesia.
1.5
Tinjauan Pustaka
Penelitian tentang tata cara
pernikahan atau tata cara perkawinan sudah banyak dilakukan. Baik oleh dosen
maupun mahasiswa. Penelitian terdahulu berperan penting bagi penelitian
selanjudnya. Untuk dapat mengetahui dan dapat mengkaji budaya- budaya yang ada
di Nusantara ini. Dengan demikian, peneliti coba berusaha mengangkat budaya
pernikahan yang dilakukan oleh Suku Ngalum Kabupaten Pegunungan Bintang - Provinsi
Papua.
1.5.1 Pustaka Yang Relevan
Menurut Soemiyati, (1982:9-12)
dalam bukunya “Hukum perkawinan Islam dan
UUD Perkawinan No.1 Tahun 74” menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
pengertian pernikahan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan
seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah
tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Pernikahan
dianggap sah apabila dilakukan menurut hukum perkawinan masing-masing agama dan
kepercayaan serta tercatat oleh lembaga yang berwenang menurut perundang-undangan
yang berlaku,
Perkawinan adalah salah satu bentuk ibadah
yang kesuciannya perlu dijaga oleh kedua belah pihak baik suami maupun istri.
Perkawinan bertujuan untuk membentuk keluarga yang bahagia sejahtera dan kekal
selamanya. Perkawinan memerlukan kematangan dan persiapan fisik dan mental
karena menikah / kawin adalah sesuatu yang sakral dan dapat menentukan jalan
hidup seseorang.
Menurut Hariwijaya,(2004:1) “Tata cara penyelenggaraan penikahan adat Jawa” Perkawinan merupakan sebuah
upacara penyatuan dua jiwa, menjadi sebuah keluarga akad perjanjian yang diatur
oleh agama. Oleh karena itu perkawinan menjadi agung, luhur dan sacral. Dalam
bukunya ini membahas sejumlah persoalan tata cara perkawinan atau pernikahan
yang dilakukan oleh masyarakat Jawa. Karena tujuan perkawinan adalah untuk
mejadi cinta dan kasih dalam hidup perdampingan. Mengawikan yaitu mencari
keturunan terutama.
Menurut
Hamidin, (2012:5) dalam bukunya, Buku
pintar Adat Perkawinan Nusantara; perkawinan merupakan peristiwa yang
sangat penting dan memiliki nilai yang sangat sakral. Dalam buku ini juga
membahas sejumlah proses pernikahan yang dilakukan oleh beberapa daerah di
Indonesia; Yogyakarta, Sunda, Sulawesi, Bali, Betawi dll.
1.6
Landasan Teori
Landasan terori dalam
penelitian ini adalah teori menyangkut
kebudayaan karena masih ada hubungan dengan ritualitas dalam kehidupan kemasyarakatan. Oleh karena itu, peneliti
menggunakan teori kebudayaan yang relevan dengan penelitian ini.
Menurut Haruwijaya,(2004:1) Perkawinan
merupakan sebuah upacara penyatuan dua jiwa, menjadi sebuah keluarga akad perjanjian
yang diatur oleh aturan- aturan (hukum). Oleh karena itu, perkawinan menjadi
agung, luhur, dan sakral. Ia juga mendeskripsikan maksud dan tujuan pelamaran
khususnya, permohonan dari keluarga calon pengantin putra kepada pengantin
wanita untuk dijadikan pasangan hidup, (hal:13).
Menurut Soemiyati, (1982) Perkawinan
merupakan ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai
suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan
kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Pernikahan dianggap sah apabila
dilakukan menurut hukum perkawinan masing-masing agama dan kepercayaan serta
tercatat oleh lembaga yang berwenang menurut perundang-undangan yang berlaku.
Menurut Hamidin, (2012:5) Perkawinanan
merupakan peristiwa yang sangat penting dan memiliki nilai yang sangat sakral.
Melalui perkawinan, seseorang akan terlepas dari ikatan keluarganya untuk
memulai bentuk keluarga yang baru.
Menurut Koentjaraningrat, (1985:42)
membagi konsep religi mejadi lima bagian, yaitu emosi keagamaan, (2) sistem
keyakinan, (3) sistem ritus dan upacara, (4) peralatan ritus dan (5) upacara
umat beragama. Sistem ritus dan upaca religi
serta peralatan bada- benda merupakan sistem yang mempunyai hubungan
timbal balik dimana aktivitas dan tindakan manusia dalam melaksanakan kebaktian
kepada tuhan untuk berkomunikasi.
1.7 Metode Penelitian Data
Metode
yang digunakan dalam penelitian ini adalah (1) pengumpulan data, (ii) analisis
data, (iii) penyajian hasil analisis data. Berikut diuraikan masing- masing
tahap penelitian tersebut:
1.7. 1. Metode dan Teknik
Pengumpulan Data
Objek
dalam penelitian ini adalah tradisi perkawinan atau tradisi pernikah Suku
Ngalum Kabupaten Pegunungan Bintang- Papua. Data dalam penelitian ini berupa
uraian atau penjelasan tentang tradisi pernikahan Suku Ngalum, Kabupaten
Pegunungan Bintang. Pemerolehan data atau data diperoleh dari nara sumber
(informan) sebagai pemberi informasi. Teknik yang digunakan dalam penelitian
ini adalah teknik simak dan teknik mencatatat.
Teknik dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik cakap
bertemu muka.
1.7.2 Metode dan Teknik Analisis Data
Dalam
tahap analisis data, data dianalisis dengan
metode simak libat cakap yaitu
peneliti ikut terlibat dengan informan. Peneliti menyimak, mencatatat
dan ikut bicara dengan informan untuk
mencapai masalah peneletian ini.
1.7.3 Metode dan Teknnik Penyajian
Hasil Analisis Data
Hasil
analisis data dalam penelitian ini disajikan dengan menggunakan metode formal
dan inforformal. Metode formal adalah metode yang dapat digunakan dengan kata-
kata biasa dalam menyelaskan tata cara perkawinan
atau pernikahan masyarakat Pegunungan Bintang, Suku Ngalum.
1.8
Sistematika Penyajian
Dalam laporan penelitian
ini peneliti merangkum semua latar belakang, tinjauan pustaka, landasan teori, metode
penelitian dan sistematika penelitian. Latar belakang mengisi tentang mengapa
penulis melakukan penelitian ini. Rumusan masalah menjelaskan masalah- masalah
yang ditemukan dalam penelitian ini. Tujuan penelitian mendeskripsikan tujuan
diadaka penelitian ini. Manfaat penelitian memaparkan manfaat yang bisa diambil dari hasil
penelitian ini. Tinjauan pustaka
mengemukakan pustaka yang pernah ada atau perna membahas tetang perkawian
atau penikahn. Landasan teori
menyampaikan teori apa yang dugunakan dalam penelitian ini. Metode penelitian
dirincikan teknik pengumpulan data, teknik analisis data,dan teknik penyampaian
analisis data dalam penelitian ini. sistematika penyajian menguraikan urutan
hasil penyampaian hasil penelitian dalam proposal ini. Dalam bab II membahas tentang tata
cara pernikahan atau perkawinan masyarakat Kabupaten Pegunungan Bintang
Propinsi Papua, Suku Ngalum.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Pernikahan
(Perkawinan)
Perkawinan
merupakan sebuah upacara penyatuan dua jiwa, menjadi sebuah keluarga akad
perjanjian yang diatur oleh aturan- aturan (hukum). Oleh karena itu, perkawinan
menjadi agung, luhur dan sakral, Haruwija, (2004:1). Menurut Hamidin, (2012: 5)
dalam bukunya, “ Buku pintar Adat
Perkawinan Nusantara; perkawinan merupakan peristiwa yang sangat penting
dan memiliki nilai yang sangat sakral.
Menurut Soemiyati,
(1982:9-12) dalam bukunya “Hukum
perkawinan Islam dan UUD Perkawinan No.1 Tahun 74” menurut Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1974 pengertian pernikahan adalah ikatan lahir batin antara
seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk
keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha
Esa. Pernikahan dianggap sah apabila dilakukan menurut hukum perkawinan
masing-masing agama dan kepercayaan serta tercatat oleh lembaga yang berwenang
menurut perundang-undangan yang berlaku. Perkawinan adalah salah satu bentuk
ibadah yang kesuciannya perlu dijaga oleh kedua belah pihak baik suami maupun
istri. Perkawinan bertujuan untuk membentuk keluarga yang bahagia sejahtera dan
kekal selamanya. Perkawinan memerlukan.
2.
2
Tahap- Tahap Proses Pelamaran Menuju Pernikahan
Dalam
proses pelamaran menuju pernikahan (ikalo
serip atau ikalo dundip) ada
empat tahap sebagai berikut:
1.
Wengbaparonkur (sejak kecil sudah ditunangkan )
2.
Depeurar (persentuhan tubuh)
3.
Kaka tangkup (bayar jasa)
4.
Namal unor (melarikan diri untu menikah)
2.2.1
Wengbaronkur
(sejak kecil sudah dijodohkan)
Tahap
pertama adalah kesepakatan bersama.Tahap ini sering mengatakan “wengbaparonkur” artinya sejak masih
kecil sudah ada kesepakatan bersama, sudah ada perjanjian bersama, antara kedua
belah pihak. Baik pihak pengantin laki- laki maupun pihak pengantin perempuan.
Tahap yang pertama biasa dilakukan oleh keluarga dekat, keluarga yang ada hubungan
darah, ada hubungan timbal – balik dari sisi Adat. Pihak pertama yang memohon
adalah pihak pengantin laki- laki kepada calon pengantin perempuan. Tetapi ada
kalanya, pihak perempuan yang melamar. Hal ini boleh- boleh saja, tergantung
pada situasi dan kondisi.
Sebagai orang tua dari anak laki-
laki lazimya, ia berani memohon kepada orang tua pengantin wanita. Bahasa yang
digunakan untuk permohonan ini adalah bahasa samaran atau sindirinan. Ia tidak
memohon secara langsung, tetapi ia akan memohon menggunakan bahasa sindiran.
Contoh;
Katakanlah
anak saya “ laki- laki’ dan anaknya
Charles “ perempuan”. Untuk memohon anaknya Charles, seperti demikian “ mena puka nenok e” artinya, noken itu sangat bagus dan saya
menyukainya. Hal tersebut berarti memintah atau memohon secara tidak langsung.
Maka “ Noken” sering diartikan
sebagai simbol perempuan.
2.2.2
Depeurar
(Persentuhan tubuh)
Tahap kedua adalah persentuhan
tubuh, yang biasa di sebut “ Depeurar”.
Tahap ini biasanya laki- laki yang memegang salah satu bagian tubuh wanita atau
perempuan. Seorang laki- laki menyukai
seorang perempuan yang ingin menjadi istri, ia akan berani melakukan peristiwa
persentuan tubuh. Tetapi teknik yang
digunakan oleh laki- laki tersebut untuk
melakukan peristiwa ini tidak secara terang- terangan. Misalkan, Bono menyukai
Tanta. Bono mencari momen yang pas atau cocok.
Maka sering juga disebut, “sekserar” artinya ia sedang mencuri. Contohnya;
Tanta pergi sendirian tanpa pengawalan satu orang pun, maka dalam kesempatan
inilah Bono berperan (berusaha untuk menyentu tubuh).
Setelah peristiwa ini terjadi, dari
pihak pengantin perempuan akan merespon balik apabilah setujuh. Kalau tidak merespon
balik, artinya sudah ada tunangan atau sudah ada calon suami. Kalau pihak
pengantin perempuan setuju, akan langsung diantar ke rumah pengantin laki-
laki. Cara mengantarnya adalah mengiringi dengan tari- tarian adat.
2.2.3
Kaka
Tangkup (bayar jasa)
Tahap ketiga adalah “ bayar jasa”
yang biasa disebut “Kaka tangkup”.
Tahap ini ada satu marga yang mengalami masalah yang besar & berkepanjangan,
dari marga lain akan membantunya. Maka, dari marga yang mengalami musiba ini harus bayar sesuatu (harta) kepada mereka yang telah
membantunya. Fungsinya untuk hubungan
diantara kedua belah pihak ini sangat akrab.
Dari
pihak korban yang harus dibayar adalah sebagai berikut: Kang (babi), Anon Ningil
(gigi anjing) sebagai uang, Wanang (perempuan).
Ketiga benda ini merupakan objek yang mengandung makna dan fungsi yang penting bagi Suku Ngalum. Makna dari kang atau babi yang juga disebut B2, mengandung makna yang penting
yaitu; simbol manusia Suku Ngalum menjadi kedewasaan. Sementara, Kakuton”
artinya sejuk. Kaitan dengan ini, babi sebagai simbol kehidupan, simbol
perdamaian bagi Suku Ngalum, simbol yang mengandung nilai ritil budaya dimana simbol ini dapat diturunkan
olah nenek moyang secara turun temurun, lemak babi mengandung minyak. fungsinya
adalah hidup sejahtera diantara kedua belah pihak ini.
Makna dari “ Anon
Ningil” yaitu sama dengan uang;
yang mengandung nilai seperti
uang kertas. Fungsinya adalah sebagai alat tukar barang atau jaza.
Fungsi utama bayar dengan perempuan adalah untuk
menciptakan anak sebanyak mungkin untuk mengisi alam semesta.
Contohnya:
Tami mengalami masalah yang cukup panjang dan Anjel
membantunya. Maka Tami wajib mengasikan sesuatu kepada Anjel. Akan tetapi,
harta yang diberikan itu adalah babi, gigi anjing, dan wanita.
2.2.4
Namal
Unor (wanita melarikan diri untuk
menikah)
Tahap
ke empat adalah menikah secara tidak langsung, yang biasa di sebut “Namal unor”. Namal, yang artinya melarikan
diri, mengikuti, mengejar laki- laki, sedangkan “ unor” yang artinya perempuan
itu pergi;. Seketika laki- laki menari tari – tarian adat, saat itu pula
perempuan akan menonton dan tertarik
pada laki- laki yang mau menjadi suami. Sesudah
acara menari selesai dan menuju ke tempat masing- masing (calon pengantin
perempuan akan mengikuti dari belakang).
Akan tetapi, sebelum
pergi ke tempat mereka masing- masing, akan ada acara makan bersama dengan
pihak yang menyediakan tempat dan pihak yang sudah diundang. Pada saat makan
bersama itulah, calon pengantin (perempuan) akan memilih orang yang mau menjadi
suaminya. Sebelum calon pengantin (perempuan) memilih laki- laki yang mau
menjadi suami, mereka akan bertanya padanya. Kakma pukon kupa abep? (untuk siapakah kamu datang?); dan ia akan langsung tunjukan saya datang untuk si, A.
Contohnya:
Sony menari Tarian
Oksang dan Dita menontonya. Pada saat itulah Dita akan tertarik untuk si Sony.
2.3 Proses Persiapan Menuju Pernikahan (Puncak
Acara)
Setelah lewati empat tahap proses pelamaran, selanjudnya akan
mengadakan persiapan pemberian harta maskawin sekaligus puncak acara. Persiapan
harta dari pihak pengantin laki – laki kepada pihak pengantin perempuan
merupakan kewajiban. Dalam proses persiapan pernikahan memakan waktu berkisar
antara dua bulan hingga tiga bulan lebih. Tetapi ada kalanya, satu bulan atau tiga minggu pun
jadi. Tergantung kemampuan pihak pengantin laki- laki atau pihak pengantin
perempuan. Pihak pengantin laki- laki menyatakan “siap bertanggung jawab” pemberian maskawin akan lebi cepat. Demikian
pun dari pihak pengantin wanita.
Pada saat hari H dalam acara pernikahan, calon tunangannya
akan diberikan noken. Dengan maksud noken sebagi sibol bahwa ia siap
berkeluarga dan siap menghidupakan keluarga. Barang yang disiapkan adalah babi,
noken, busur, kapak batu, parang, bulu cenderawasih, manik- manik, dan benda
lainya. Dalam pemberian maskawin ini tentu akan ada dukungan – dukungan dari
keluarga dekat, kerabat, tentangga, dan partisipan lainya.
Pada
umumnya harta yang diberikan akan dibagikan di situ saja. Harta yang diberikan,
ada yang mati dan ada yang wajib dikembalikan.
Harta yang wajib dikembalikan adalah babi, busur, kampak batu, parang, noken, dan gigi anjing. Tetapi kadang kala tidak.
Bagi orang yang mendapatkan harta maskawin, pada saat pengembalian ia
harus kembalikan barang yang sama pula. Jadi, pada dasarnya timbal balik, dengan maksud
untuk hubungan kekerabatan yang pada
intinya saling melengkapi. Ada tiga tahap proses pemberian (harta) maskawin adalah sebagai berikut:
1. Dari pihak laki- laki kepada pihak
perempuan
2. Dari pihak perempuan kepada pihak
laki- laki
3. Kriteri- kriteria tak terduga
1. Pemberian
Harta Maskawin dari Pihak Pengantin
Laki- laki Kepada Pihak Wanita
Pertama- tama akan
ada acara bakar batu atau barapen. Acara
bakar batu dilakukan dalam rumah atau sering di sebut “ angelmin umperip”. Angelmin merupakan suatu
bungkusan dan dalam bungkusan itu mengisi berbagai jenis barang. Sedangkan, “uperip” merupakan bakar batu di tunggku
api. Jadi, angelmin uperip merupakan
sebuah bungkusan dan di dalam bungkusan itu mengisi harta maskawin. Angelmin diartikan sebagai simbol yang menjadi
suami dan istri. Setelah bakar batu, pihak perempuan akan datang ke rumah pihak
laki – laki, guna mengangkat harta yang dibungkuskan tersebut. Pihak perempuan
masih dalam perjalanan munuju rumah laki- laki, dari pihak laki- laki akan
menutup semua pintu rumah. Setelah pintunya tutup, pihak pengantin wanita akan
datang membukanya. Orang yang membuka pintu tersebut adalah om kandung atau om
darah pengantin wanita. Hal ini dengan maksud dalam keluarganya hidup dengan
sehat. Untuk membuka pintu yang telah ditutup itu, om dari pengantin wanita, akan menggukan ujung
busur. Memang hal ini akan timbul sebuah pertanyaan besar “ kenapa ko pintu
yang telah ditutup itu bukanya menggunakan ujung busur, bukanya buka
menggunakan tangan atau benda lain”? karena busur sebagai simbol kaum laki- laki. Dengan pengertian tersebut, dimaksudkan
untuk anak yang pertama melahirkan adalah seorang laki- laki.
Dalam proses pengambilan harta maskawin yang sudah
disiapkan oleh pengantin laki- laki, akan dibagi dua yaitu dibagian kanan
tungku api adalah pihak ibu pengantin wanita. Sementara, dibagian kiri adalah
pihak pengantin wanita laki-laki (pihak pengantin ayah calon pengantin). Hal
ini dimaksudkan agar pada saat pengembalian bisa cepat, mudah bertanggung jawab
atas beban yang diberikanya.
Setelah angkat barang- barang yang disediakan oleh pengantin
laki laki, selanjudnya masuk pada acara makan bersama. Makanan yang wajib
disiapakan oleh pihak pengantin laki- laki adalah 2 keladi bakar + babi 2
potongan panjang. Acara makan inipun ada
dua cara yaitu, (1) orang yang makan
pertama adalah calon pengantin wanita dan (2) yang makan kedua adalah calon
pengantin laki – lak. Jadi, orang yang
pertama makan adalah calon pengantin wanita, setelah itu baru pengantin laki-
laki.
Makanan sisa dari calon pengantin wanita langsung diberikan
kepada ibunya sendiri. Selanjudnya ibu kandung pun makan sedikit, dan akan
diberikan kepada mama kedua seandainya mama kedua ada. Sedangkan makanan sisa
dari pengantin calon lak- laki akan diberikan kepada ayah kandung calon
pengantin wanita. Kedua makanan sisa
tersebut, orang orang yang hadir di acara tersebut wajib merasakan. Akan
tetapi, hebatnya adalah kedua makanan sisa tersebut, tidak akan habis. Makna
dari itu adalah manusia itu tidak pernah habis dari muka bumi ini, setiap
detik, manusia pasti ada, walaupun manusia itu lemah.
Sisa makanan tersebut wajib dikembalikan kepada ibu kandung
calon pengantin wanita. Baik makanan sisa pengantin lak- laki maupun makanan
sisa pengantin wanita. Selanjudnya makanan sisa itu, ibu kandung dari
penganting wanita akan bawa untuk kubur di “
Bonengyong”. Tempat ini merupakan tempat yang dianggap sudah sacral
atau tidak pernah orang lain
mengetahuinya.
(2) Dari Pihak Perempuan Kepada
Pihak Pengantin Laki – Laki
Pengembalian harta maskawin yang selanjudnya disebut, “korsiltubing” merupakan pengembalian
harta maskawin dari pihak pengantin perempuan kepada pihak pengantin laki laki.
Dalam proses pengambilan atau mengangkat harta maskawin tidak jauh beda dari
proses yang pertama. Bedanya terletak pada proses pemberian harta. Proses pemberian
yang dilakukan oleh pihak pengantin perempuan adalah dari pihak pengantin wanita langsung diantar
ke rumah laki- laki.
Pada umumnya, harta yang diberikan oleh pihak laki- laki
kepada pihak perempuan sebagian akan mati dan sebagian akan hidup; dalam arti
wajib dikembalikan. Hal ini dimaksudkan supaya dalam hubungan kedua belah pihak
ini semakin terikat, saling mengenal, saling melengkapi, saling membantu dan
lain sebagainya.
(3) Kriteria- Kriteria Takterduga
Suku Ngalum biasa
mengatakan abolmin dan tena
sibi,; abolmin yang artinya bayar
kepala sedangkan “ tena sibi” yang
artinya jaza anak. Tetapi pengertian
secara umum dari kedua istilah ini merupakan harta yang kita harus bayar apabilah ada sesautu
yang tejadi secara tiba- tiba. Misalkan, Istri dari Charles meninggal dunia, akan
ada tuntutan dari pihak almaruhma, dan Charles harus bayar. Semacam inilah yang
disebut abolmin. Sedangkan “tena sibi”
merupakan jaza anak yang ia harus bayar kepada omnya.
Contohnya: Dita dan Sony adalah suami dan istri. Kedua pasangan ini, memiliki 5 orang anak.
Kelima anak tersebut adalah semua laki- laki. Maka, om dari kelima anak ini, akan minta sesuatu (harta) untuk bayar
jaza mereka. Kriteri- kriteria ini kebanyakan dilkukan dari pihak wanita kepada
pihak laki- laki, untuk pihak laki – laki harus bayar.
2.4 Benda – Benda Dijadikan Harta Maskawin
Setelah
kita mengetahui proses pelamaran dan proses pemberian sekaligus puncak acara
pernikahan, selanjudnya masuk ke (harta) benda maskswin. Barang- barang atau
benda- benda apa sajakah yang dijadikan sebagai harta maskawin, benda- benda
yang dijadikan sebagai harta maskawin itu apakah ada mengandung nilai, makna
dan fungsinya?
Harta benda
dijadikan sebagai maskawin ini sebagian besar sudah sebut pada poin 2.3. Namun,
tidak lengkap kalau hanya sebutkan sebagian saja. Oleh karena itu, di poin 2.4
akan menyebutkan berbagai jenis harta benda yang dijadikan sebagai harta
maskawin. Adapun harta atau benda – benda yang dijadikan sebagai maskawin dimana
kedua belah pihak ini dapat dilakukan.
Harta
beda yang dijadikan sebagai harta maskawin antra kedua belah puhak dapat di
gambarkan tabel 1 di bawa ini
No
|
Nama benda
|
Makna
|
Fungsi
|
1.
|
Babi
|
ü Kakuton” artinya sejuk. Kaitan dengan
ini, babi sebagai simbol kehidupan, simbol perdamaian bagi Suku Ngalum.
ü Simbol yang mengandung nilai
ritil budaya dimana simbol ini dapat
diturunkan olah nenek moyang secara turun temurun.
ü Lemak babi mengandung minyak
|
ü Untuk mendamaikan dan sebagai simbol kebahagihan
ü Sehingga tidak menimbulakan hal-
hal yang tidak diinginkan
ü Hubungan mereka itu jalan mulus,
dll
|
2.
|
Gigi Anjing (anon ningil)
|
Gigi
anjing mengandung jumlah nilai.
|
ü Sebagai alat tukar barang atau
jaza.
ü Sebagai sala satu alat aksesoris
untuk menari atau dangsa
|
3.
|
Noken (men)
|
ü Men
merupakan simbol dan simbol khususnya bagi
wanita untuk siap berkeluarga.
ü Simbol yang mengandung nilai
ritil budaya dimana simbol ini dapat
diturunkan oleh nenek moyang secara turun temurun
|
Untuk mengisi berbagai jenis
keperluan. Seperti:
ü Mengisi berbagai jenis makanan
ü Membawa kayu bakar
ü Mengisi anak kecil
ü Mengisi berbagai jenis barang
penting
ü Perhiasan untuk menari atau
dangsa tarian tradisional
|
4.
|
Busur (ebon)
|
ü Ebon
yang sering disebut juga busur.
Simbol kaum laki- laki.
ü Simbol yang mengandung nilai
ritil budaya dimana simbol ini dapat
diturunkan oleh nenek moyang secara turun temurun
|
ü Sebuah senjata untuk membunu
berbagai jenis binatang
ü Menjaga diri dari marah bahaya
ü Sebagai alat berburu
ü
|
5.
|
Kampak / parang
|
ü Simbol laki- laki dan perempuan.
ü Simbol yang mengandung nilai
ritil budaya dimana simbol ini dapat
diturunkan oleh nenek moyang secara turun temurun
ü Meningkatkan dalam kebutuhan
hidup antara kedua belah pihak
|
Untuk kerja kebun:
ü
Keladi
ü
Ubi
ü
Sayur-
sayuran
ü
dll
|
6.
|
Tifa (wot)
|
ü Alat musik tradisional
ü Simbol yang mengandung nilai
ritil budaya dimana simbol ini dapat
diturunkan oleh nenek moyang secara turun temurun
|
ü Alat musik tradisional
ü Untuk pegang dan menari bar atau
tarian bar
|
7.
|
Bulu cenderawasih (nal kulep)
|
ü Simbol wanita
ü Simbol yang mengandung nilai
ritil budaya dimana simbol ini dapat
diturunkan oleh nenek moyang secara turun temurun
|
ü Alat perisahan untuk menari tari-
tarian tradisional.
ü
|
8.
|
Kabong Seng
|
ü
|
ü
|
BAB III
PENUTUP
4.1
Kesimpulan
Masalah
pada penelitian ini antara lain (1) pengertian perkawinan dan tahap – tahap
dalam proses perkawinan atau pernikahan oleh Suku Ngalum Kabupaten Pegunungan
Bintang, Provinsi Papua (2) proses persiapan menuju pernikahan (puncak acara),
dan (3) jenis - jenis harta benda yang
dijadikan sebagai maskawin, serta makna dan fungsinya. Semua permasalahan ini
telah dibahas dalam Bab 2.
Dari
pembahasan di Bab 2 dapat disimpulkan bahwa tahap – tahap
proses pelamaran menuju proses pernikahan terdiri dari 4 tahap, yaitu Wengbaparonkur (sejak kecil sudah
ditunangkan ), Depeurar (persentuhan
tubuh), Kaka tangkup (bayar jaza atau
bayar kepala) dan Namal unor (melarikan
diri untu menikah). Sedangkan proses menuju pernikahan atau perkawinan
sekaligus puncak acara terdiri dari tiga
tahap, yaitu pemberian maskawin dari pihak laki- laki kepada pihak perempuan, dari
pihak perempuan kepada pihak laki- laki, serta kriteri- kriteria tak terduga.
Setelah
lalui prses pernikahan serta pemberian harta maskawin, baik dari pihak
pengantin laki- laki maupun pihak pengantin perempuan, selanjudnya harta benda
yang dijadikan sebagai maskwin. Harta benda yang dijadikan harta maskawin serta
makna dan fungsinya ini terdiri dari 8
bagian, yaitu babi, gigi anjing, noken,
busur, kampak/ parang, tifa, dan bulu cenderawasih.
4.2 Saran
Setelah
semua permasalahan dijawab, ada beberpa saran yang bisa diajukan. Dari saran –
saran ini dimungkinkan dilanjudkannya penelitian tentang tradisi pernikahan
atau tradisi perkawinan oleh Suku Ngalum, Kabupaten Pegungan Bintang- Papua.
Misalnya mambadingkan perkawinan massa dulu dan perkawinan massa sekarang.
Bagimana seorang pria memplei seorang wanita?.
Daftar
Pustaka
Hariwijaya, 2004. Tata Cara Penyelenggaraan Perkawinan Adat Jawa; Yogyakarta: Hanggar
Kreator
Soemiyati, 2007. Hukum Perkawinan Islam Dan Undang- Undang Perkawinan, Nomor 1 Tahun
1974 Tentang Perkawinan.Yogyakarta: Liberty.
Aep
Hamidin, 2012. Buku Pintar Adat
Perkawinan Nusantara; Yogyakarta:
Diva Press
Kentjaraningrat, 1981. Pengantar Ilmu Antropologi, Jakarta:Rineka
Cipta
Sumber
Data:
1. Liseniar Bawi, S.IP.
2. Kepala Suku Adat Kecamatan Okaom;
Metodius Dilambawi
3. Markus Ningmabin, S.H, LL;
Tidak ada komentar:
Posting Komentar